Pagi yang Ganjil di Terminal
Pagi itu, Roni duduk di bangku kayu dekat loket terminal. Tangan kirinya menggenggam rokok, tangan kanan sesekali menyentuh layar HP yang retak di pojok. Tidak ada penumpang. Tidak ada suara klakson. Tidak ada apa-apa, selain sunyi dan bau solar basi.
"Udah tiga hari ini cuma dapet satu order," katanya, sambil mengangguk kecil ke arah mobil Avanza tuanya yang parkir miring. Pelat nomor udah buram. Kursi belakang kosong. Padahal, dulu... ya dulu mah beda cerita. Travel Jakarta-Bandung yang dia rintis sejak 2016 itu pernah panen penumpang tiap akhir pekan. Terutama waktu jalan tol baru dibuka, semua orang kayaknya pengen ke Lembang atau Puncak, kabur dari macet ibu kota.
Tapi sekarang? Sepi. Jalanan makin mulus tapi dompet makin bolong. Roni udah pasrah.
Ketika Ekonomi Tak Lagi Bisa Dinego
Roni bukan satu-satunya. Data dari BPS mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal ini melambat. Bukan resesi, katanya. Tapi ya, bagi orang kecil, istilah itu cuma permainan kata. Nyatanya harga sembako naik, biaya servis mobil naik, tapi orderan turun. Dulu bawa lima orang bisa balik modal. Sekarang? Bawa dua aja udah syukur.
Yang bikin tambah perih, bensin naik diam-diam. Harga makan di rest area juga udah gak masuk akal. Kadang, Roni mikir: nganter orang Jakarta ke Bandung tuh kayak bantu orang jalan-jalan, tapi dia sendiri gak pernah sempat liburan. Ironi bener.
Sampai suatu malam, Roni kenalan lagi sama yang dulu sempat dia tinggalin: game Mahjong Ways.
Mahjong Ways: Jalan Pintas yang Gak Selalu Sesat
Dulu dia main cuma iseng. Sekarang? Jadi semacam pelarian. Tanggal tua, utang cicilan, dan WhatsApp istri yang makin sering nanya "besok ada duit, gak?" bikin Roni kepikiran.
Awalnya cuma mau cari hiburan. Tapi malam itu lain. Cuma dengan saldo receh dari cashback transfer pulsa, Roni putar. Sekali. Dua kali. Tiga kali. Terus... layar HP-nya tiba-tiba penuh tulisan merah. Jackpot. Rp18 juta.
Dia gak langsung percaya. Disangkanya error. Tapi saldo nambah. Dan beneran bisa ditarik. Waktu cair masuk rekening, Roni diem. Lalu ketawa. Kenceng banget. Kayak orang kesurupan. Tapi itu ketawa lega.
Uang itu dia bagi tiga. Satu buat bayar cicilan mobil. Satu buat beli stok solar dan ganti ban. Satu lagi? Buat anaknya beli sepatu sekolah yang udah jebol sejak Lebaran.
"Enggak setiap hari hoki," katanya. "Tapi kadang, nasib butuh disikut dikit."
Jalan Panjang Setelah Jackpot
Roni gak naif. Dia tahu ini bukan solusi permanen. Dia tahu menang segede itu bisa jadi cuma sekali seumur hidup. Tapi malam itu, di tengah ekonomi yang gak bisa dia atur, ada sesuatu yang bisa dia kendalikan: tombol spin.
Dia juga cerita kalau sejak itu, dia gak tiap malam main. Takut ketagihan. Takut kecewa. Tapi sesekali, kalau dompet lagi cekak dan terminal masih sepi, dia buka aplikasi itu lagi. Sekadar nyari harapan kecil di antara algoritma dan hoki.
Dan jangan salah. Dia tetap supir travel. Masih keliling Bandung-Jakarta, masih suka nyasar kalau Google Maps ngaco, dan masih pakai Avanza yang sama. Tapi sekarang, dia gak lagi ngerasa semua beban hidup harus ditanggung sendiri. Karena kadang, keberuntungan bisa nongol dari tempat paling gak diduga.
Sisi Lain dari Ekonomi Lesu
Cerita Roni bukan soal game doang. Ini cerita tentang orang biasa yang lagi nyari jalan keluar dari hidup yang makin mahal. Tentang gimana ekonomi makro bisa numplek langsung ke meja makan rumah kita. Tentang pilihan yang kadang gak ideal, tapi tetap diambil karena gak ada pilihan lain.
Kalau kamu juga lagi di ujung tanggal tua, dan orderan makin jarang mampir... mungkin saatnya cari strategi alternatif. Tapi inget, jangan lupa kontrol. Karena game tetaplah game. Yang utama tetap kerja nyata.
Kalau penasaran sama Mahjong Ways yang Roni mainkan, kamu bisa cek versi yang paling sering dipakai di platform resmi. Siapa tahu, kamu bukan cuma dapet hiburan... tapi juga sedikit keberuntungan kayak Roni.
Coba sekarang sebelum tanggal tua makin kejam. Tapi jangan lupa: putar dengan kepala dingin, bukan dompet panas.